Ketum PBNU: Soal Sekolah Lima Hari Bukan Polemik NU-Muhammadiyah

nu.or.id, Sabtu, 8 Juli 2017

Jakarta, NU Online
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menegaskan, pihaknya menolak Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23/2017 tentang Hari Sekolah karena akan mematikan lembaga pendidikan keagamaan yang sudah berlangsung di masyarakat. Ia membantah penolakan ini lantaran Mendikbud Muhadjir Effendy berlatar belakang Muhammadiyah.

"Ada yang menuduh ini konflik antara NU dan Muhammadiyah. Bukan. Ini bukan antara NU dan Muhammadiyah. Menterinya Pak Marsudi (ketua PBNU) pun tetap (kebijakan tersebut) saya lawan," katanya, Jumat (7/7) malam, pada acara halal bihalal PBNU di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta.



Menurutnya, madrasah diniyah yang umumnya diselenggarakan pada sore hari telah menyumbang tumbuhnya wawasan Ahlussunnah wal Jama'ah, termasuk paham moderat dan nilai-nilai kebangsaan, pada anak-anak sekian lama. Pemberlakuan sekolah lima hari potensial menghilangkan kontribusi tersebut.

“Sifat wajib bagi Allah yang berjulah 20 hanya ada di madrasah (diniyah). Kalau pelajaran agama di sekolah paling cuma doa-doa,” tuturnya.

Ia juga menyatakan tidak ada kopromi lagi untuk persoalan ini, termasuk apabila kebijakan itu dikatakan akan dilaksanakan secara bertahap, opsional, atau disempurnakan. “Tidak ada diskusi lagi. Pokoknya (Permendikbud Nomor 23/2017) harus dicabut,” paparnya.

Pada Jumat sore, sebanyak 14 organisasi massaIslam yang tergabung dalam Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) juga menolak Perendikbud tersebut. Pasalnya, kebijakan itu akan menutup madrasah diniyah di desa-desa yang jumlahnya sekitar 76 ribu lebih. (Mahbib)



Komentar